WELCOME TO MY BLOG ALL ABOUT CHEMISTRY :)

rss

Senin, 11 Juli 2011

protein

A. Pengertian protein

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus.

(http://id.wikipedia.org/wiki/protein)

Protein merupakan ikatan antara asam amino yang membentuk rantai yang panjang. Ikatan antara asam aminotersebut dinamakan ikatan peptide. Ikatan peptide merupakan ikatan antara dua asam amino dimana gugusan karboksil dan ikatan amina dari dua asam amino yang berlainan bereaksi.

(Yul Iskandar.1974.hal.196)


B. Struktur Protein

1. Penetapan struktur protein

Rangkaian asam-asam amino dalam protein dinyatakan sebagai struktur primer. Untuk menetapkan struktur primer suatu polipeptida atau protein, maka tipe-tipe asam amino yang eksis sebagaimana juga kwantitas masing-masing tipe pertama-tama harus ditetapkan. Hal ini bisa diselesaikan dengan hidrolisis sempurna, yang diikuti oleh pemisahan dan identifikasi konsttuen-konstituen dari hidrolisat (produk hidrolisis). Hal ini, dengan sendirinya menjadi tugas yang monumental, mengingat kompleksita protein-protein;akan tetapi, teknik-teknik kromatgrafi gas dan cair dan pemisahan oleh penukaran ion telah dikembangkan dan diperbaiki akhir-akhir ini sehingga analisator asam amino otomatis yang mempu mengerjakan tugas tersebut dengan cepat dan akurat sekarang tersedia secara komersial.

Untuk menetapkan rangkaian asam amino tersebut, polimer ini kemudian dihidrolisis secara parsial untuk membentuk campuran peptide yang mengandung sejumlah kecil asam amino, dan rangkaian dalam peptide tersebut ditetapkan secara bertahap. Proses ini membutuhkan metode-metode untuk penetapan asam amino terminal-N dan terlminal-C. mari kita ilustrasikan hal ini dengan memakai tripeptida sederhana sebagai suatu contoh. Kita asumsikan bahwa hidrolisis sempurna tripeptida tersebut menghasilkan glisin (Gly), fenilalanin (Phe) dan valin (Val). Maka tripeptida tersebut bisa memiliki enam struktur yang mungkin:

Gly-Phe Val

Gly –Val- Phe

Phe-Gly-Val

Phe-val-GlY

Val-Gly-Phe

Val-Phe-Gly

Selanjutnya kita asumsikan bahwa struktur pertama dari enam yang mungkin adalah struktur yang benar.

Salah satu pereaksi yang umum dipakai untuk menetapkan asam amino terminal-N adalah 2,4-dinitrofluorobenzena (pereaksi sanger). Selama bereaksi dengan pereaksi ini, atom fluor menjalani pergantian nukleofilik oleh gugus amino bebas. Tripeptida termodifikasi ini kemudian dihidrolisis , produk-produknya dipisahkan, dan asam aminonya yang sekarang dimodifikasi dengan 2,4-dinitroflourobenzena (bisa dengan mudah diidentifikasi dengan kromatografi karena warnaya kuning) kemudian ditentukan. Enzim karboksipeptidasa mengkatalis dengan efektif reaksi pembelahan hidrolitik pada ujung terminal-C dari peptide tersebut. Dengan demikian asam amino

Terminal-C bisa diidentifikasi dengan segera. Sekali asam amino terminal-N dan terminal-C diidentifikasi, maka akan diketahui rangkaian tripeptidanya.

Sekarang mari kita pikirkan kasus suatu heksapeptida yang berstruktur:

Gly-ala-gly-Phe-Val-Leu

Tahap-tahap berikut akan menetakan strukturnya:

1. hidrolisis sempurna untuk menetapkan asam-asam amino mana dan berapa jumlah yang ada dari masing-masing asam tersebut;

2. identifikasi asam-asam amino terminal-N dan-C sebagaimana yang baru saja digambarkan diatas;

3. hidroloisis parsial yang diikuti oleh pemisahan empat tripeptida yang mungkin;

4. penetapan rangkaian dari sembarang dua diantara tripeptida-tripeptida tersebut.

(Malcom p. steven.1989.hal:610-611)

2. konformasi

Dalam rangka untuk memahami fungsi protein, kita perlu tahu sesuatu tentang konformasi, atau pola lipat tiga-dimensi, yang rantai polipeptida mengadopsi. Meskipun banyak asam polyamino buatan tidak memiliki konformasi yang jelas dan tampaknya ada dalam larutan sebagai gulungan hampir acak, kebanyakan protein biologis mengadopsi struktur yang jelas. Beberapa, seperti keratins rambut dan bulu, yang berserat dan disusun dalam struktur linier atau sheetlike dengan pola, teratur lipat mengulangi. Lainnya, seperti kebanyakan enzim, dilipat menjadi kompak, hampir bulat, konformasi berbentuk bulat.

Struktur berserat dari keratin cukup teratur untuk menyebarkan sinar x dengan cara yang mengungkapkan keteraturan lipat. Mengukur intensitas dan posisi bintik-bintik pada pola difraksi sinar x yang dihasilkan memberikan perkiraan jarak antara kemampuan mengulang teratur dari pola lipat.

Linus Pauling dan Robert Corey pertama kali menyadari bahwa ikatan peptida adalah planar dan kaku. Dengan pembatasan struktural, jumlah pola lipat yang tersedia untuk protein terbatas pada dua bentuk dasar. Salah satunya berhubungan dengan pola α, sebuah pola difraksi sinar x diamati dengan keratin dari rambut, yang lain berhubungan dengan pola β, diamati dengan serat sutra, protein berserat sutra, dan dengan keratin yang telah ditarik.

Mengingat jari-jari atom van der waals yang normal, sudut ikatan yang diharapkan, dan bentuk planar ikatan peptida, hanya dua reguler, struktur mengulang ada tanpa distorsi dan dengan pembentukan ikatan hidrogen-maksimum

(Philip w. kuchel.1985.hal:81-84)

3. Tingkat structural protein

Konformasi asli dari suatu protein ditentukan oleh interaksi antara suatu polipeptida dan lingkungan akuanya, dimana polipeptida mendapatkan struktur tiga dimensi yang secara energy stabil, seringkali konformasi memerlukan jumlah energy yang terkecil untuk bertahan. Makromolekul seperti ini memiliki struktur tiga-dimensi yang sangat kompleks. Terdapat empat tingkatan struktur yang saling mempengaruhi konformasi fungsional biologis dari protein. Tiga diantara tingkat strukturakl ini (primer, skunder dan tersier) dapat ditemukan dalam molekul yang terdiri dari suatu rantai polipeptida tunggal, sementara yang keempat (kuaterner) melibatkan interaksi dari polipeptida didalam suatu molekul protein berantai banyak.

a. Struktur primer

Tingkat sdtrktur ini mengacu pada jumlah dan urutan asam amino dalam suatu protein . ikatan peptide kovalen merupakan satu-satunya jenis ikatan yang terlibat pada tingkat struktur protein ini. Karena masing-masing ikatan peptide memiliki sifat ikatan-ganda parsial , maka merupakan suatu bidang relative kak dengan atom hydrogen dari gugusan amida trans terhadap oksigen dari gugusan karbonil. Sebagai akibat dari karakteristik ikatan-ganda C-N, tidak terdapat rotasi bebas pada sumbu ini.

Namun terdapat kebebasan rotasional disekitar ikatan tunggal (sudut rotasi φ dan ψ) yang menghubungkan setiap atom C- α dengan atom N dan C dari ikatan peptide. Rotasi bebas ini memungkinkan gugusa R yang melekat pada karbon- α memiliki peranan yang berpengaruh dalam menetapkan struktur tiga-dimensi dari rantai polipeptida.

b. Struktur sekunder

Tingkat berikut ini lazim mengacu pada jumlah keteraturan structural yang terkandung dalam suatu polipeptida sebagai akibat Ikatan hydrogen diantara ikatan peptda.

α helix
Dalam heliks α, tulang punggung polipeptida dilipat sedemikian rupa sehingga-C = O dari masing-masing kelompok residu asam amino mengikat hidrogen pada kelompok -residu NH keempat sepanjang rantai: yaitu,-C = O kelompok residu pertama berikatan kelompok -residu NH kelima, dan seterusnya.

Karena setiap-C = O dan-NH kelompok adalah hidrogen-ikatan (kecuali untuk empat pada akhir masing-masing), maka α heliks sangat stabil. Namun, untuk beberapa asam amino, interaksi yang melibatkan rantai samping dapat α helix, membuat konformasi ini kurang kemungkinan dalam rantai polipeptida yang mengandung proporsi yang tinggi seperti asam amino heliks-mendestabilisasi

Pembentuk HelixHelix

Helix pemutus

residu bebas

Glu

Ala

Leu

His

Met

Gin

Trp

Val

Phe

Lys

Ile

Pro

Gly

Tyr

Asn

Asp

Thr

Ser

Arg

Cys


Struktur heliks-α yang diajukan oleh linus pauling dan Robert Corey pada tahun 1951 ntuk polipeptid, tergantung pada ikatan hydrogen intramolekular (atau intrarantai) antara gugusan NH dan CO dari ikatan peptide. Ikatan hydrogen terjadisecara spontan, sebagai kaibatnya,suatu polipeptida dapat mengambil struktur seperti batang tiga dimensi yang berbatas jelas. Sepanjang sumbu dari suatu heliks-α ini, ketinggian per residu asam amino adalah 1,5 Å, dan terdapat 3,6 residu per putaran, yang menjadikan puncak dari setiap putaran 5,4 Å . Residu berspasi empat samping (pada putaran terdekat) ikatan hydrogen, dan setiap gugusan NH dan CO dari segmen rantai polipeptida berpartisipasi. Suatu heliks dapat bertngan kanan- atau kiri-; heliks- α dari polipeptida yang diketahui (asam amino-L) bertangan kanan. Protein yang berfungsi secara biologis biasanya tidak memperlihatkan struktur heliks- α 100 persen. Beberapa memiliki persentase tinggi struktur heliks-α dalam residunya, contohnya mioglobin dan hemoglobin; yang lain mempunyai persentase rendah, contohnya, kimotripsin dan sitrokom c. gugusan R dari urutan asam amino mempengaruhi derajat struktur heliks yang dimiliki polipeptida tertentu.

Destabilisasi konformasi heliks oleh residu tertentu dapat terjadi dalam berbagai cara. Suatu residu prolil atom N-α dalam suatu sistem cincin kaku dan tidak dapat berpartisipasi dalam struktur heliks- α; malah, hal ini menciptakan belokan tajam dalam heliks. Suatu urutan dari residu aspartil dan atau glutamil dapat mendestabilisasi struktur heliks- α, karena sisi yang bermuatan negative dari

Rantai saling tolak satu sama lain (penolakan elektrostatik), dan tenaga penolakan lebih besar daripada ikatan hydrogen. Suatu kelompok residu isoleusil, karena gugusan sterik yang diberikan oleh gugus R yang besar, juga memutuskan konformasi hydrogen. Di pihak lain, glisin, dengan atom hydrogen yang kecil sebagai gugusan R, merupakan destabilisator lain. Tidak adanya rantai samping pada glisin memungkinkan adanya derajat rotasi yang besar disekitar karbon- α dari asam amino; dengan demikian, konformasi sudut ikatan heliks- α yang lain mungkin terjadi. Dengan kata lain, untuk suatu urutan residu glisil, konformasi heliks- α tidak merupakan konformasi dengan kesetabilitasan maksimal.

Pauling dan corey mengidentifikasi jenis kedua dari struktur sekunder, disebut struktur lembaran berlipat-β, yang tergantung pada ikatan hydrogen antar-molekul (antar rantai). Salah satu struktur ini adalah lembaran berlipat-β antiparalel, dimana masing-masing rantai polipeptida diperluas dan berikatan maksimal dengan dua polipeptida bertetangga. Pada suatu struktur antiparalel, polipeptida yang bertetangga berjajar dalam arah terminus N-dengan-C yang berlawanan. Jika dalam suatu struktur berlipat-β polipeptida bertetangga yang berikatan dengan hydrogen terjajar dalam arah N-dengan-C yang sama, maka struktur

Adalah berlipat-β parallel. Walaupun suatu struktur lembarabn berlipat-β biasanya berkaitan denga protein structural, hal ini juga diketahui terjadi pada struktur tiga dimensi dari protein globular tertentu, contohnya enzim lisosim karboksipeptidase A.

c. Struktur tersier

Struktur tersier adalah menjelaskan bagaimana seluruh rantai polipeptida melipat sendiri sehingga membentuk struktur 3 dimensi. Pelipatan ini dipengaruhi oleh interaksi antar gugus samping (R) satu sama lain. Ada beberapa interaksi yang terlibat yaitu:

Interiaksi ionik

Terjadi antara gugus samping yang bermuatan positif (memiliki gugus –NH2 tambahan) dan gugus negatif (–COOH tambahan).

Ikatan Ionik

Ikatan hidrogen

Jika pada struktur sekunder ikatan hidrogen terjadi pada ‘backbone‘, maka ikatan hidrogen yang terjadi antar gugus samping akan membentuk struktur tersier. Karena pada gugus samping bisa banyak terdapat gugus seperti –OH, –COOH, –CONH2 atau –NH2 yang bisa membentuk ikatan hidrogen.

Gaya Dispersi Van Der Waals

Beberapa asam amino memiliki gugus samping (R) dengan rantai karbon yang cukup panjang. Nilai dipol yang berfluktuatif dari satu gugus samping dapat membentuk ikatan dengan dipol berlawanan pada gugus samping lain.


Jembatan Sulfida

Jembatan Disulfida Cysteine memiliki gugus samping –SH dimana dapat membentuk ikatan sulfida dengan –SH pada cystein lainnya, ikatan ini berupa ikatan kovalen sehingga lebih kuat dibanding ikatan-ikatan lain yang sudah disebutkan di atas.

(http://sciencebiotech.net/struktur-molekul-protein/)

Terdapat dua bukti penting yang menunjukkan bahwa rantai polipeptida protein globular berlipat-lipat dengan erat dan bahwa konformasi yang berlipat-lipat ini penting bagi fungsi biologinya. Yang pertama adalah bahwa protein globular natif mengalami denaturasidalam pemanasan, didalam lingkungan pH yang ekstrim, atau dengan menambahkan urea. Jika suatu protein globular mengalami denaturasi, struktur kerangka kovalen tetap utuh, tetapi rantai polipeptidanya membuka menjadi bentuk acak, tidak teratur, mengalami perubahan konformasi dalam rutang. Protein globular yang telah terdenaturasi biasanya menjadi tidak lariut didalam system larutan pada pH mendekati 7, dan biasanya kahi;langan aktivitas biologi.

Bukti kedua mengenai berlipatnya protein gloualar dating dari perbndingan panjang rantai polipeptida dengan ukuran molekul sebenarnya seperti yang ditampilkan oleh ukuran fisikokomia. Sebagai contoh, albumin serum(BM 64.500), merupakan rantai polipeptida tunggal dengan 584 residu asam amino. Jika rantai in berbentuk konformasi β sepenuhnya, ukurannya hamper sama mencapai 200nm dengan ketebalan 0,5 nm; jika bentuk molekul itu suatu α heliks, panjangnya kira-kira 90 nm dengan ketebalan 1,1 nm. Tetapi, pengukuran fisikokimia pada albumin serum asli memperlihatkan bahwa ukuran panjangnya hanya kira-kira 13 nm.


Jelaslah bahwa rantai polipeptida albumin serum harus berlipat-lipat dengan ketat untuk dapat sesuai dengna ukuran ini. Sekarang pasti bahwa semua protein globular berlipat rapat-rapat istilah struktur tersier untuk menunjukkan bagaimana rantai polipeptida protein globular berlipat menjadi bentuk bulat atau globular yang kompak.

(lehninger.1982.hal:193-194)

d. Struktur kuartener

Struktur kuartener dari protein merupakan struktur dari protein merupakan struktur dari protein yang mempunyai berat molekul yang tinggi, dan terdiri dari beberapa sub unit polipeptida (bisa 2,3 atau 4 polipeptida) dan bergabung menjadi satu kesatuan membentuk protein. Ikatan antara sub unit disebabkan adanya ikatan hydrogen, hidrofobik, disulfide dan ikatan ion, misalnya protein globin dari hemoglobin mempunyai 4 sub unit polipeptida.

Struktuer primer menggambarkan pengaturan sub unit protein dalam ruang. Protein dengan dua atau lebih rantai poli peptide yang terikat oleh kekuatan nonkoevalen akan memperlihatkan struktur koevalen.


C. KLASIFIKASI DAN FUNGSI PROTEIN

1. Klasifikasi Protein

a. Berdasarkan bentuknya, protein dikelompokkan sebagai berikut :

Protein bentuk serabut (fibrous)

Protein ini terdiri atas beberapa rantai peptida berbentu spiral yang terjalin. Satu sama lain sehingga menyerupai batang yang kaku. Karakteristik protein bentuk serabut adalah rendahnya daya larut, mempunyai kekuatan mekanis yang tinggi untuk tahan terhadap enzim pencernaan. Kolagen merupakan protein utama jaringan ikat. Elasti terdapat dalam urat, otot, arteri (pembuluh darah) dan jaringan elastis lain. Keratini adalah protein rambut dan kuku. Miosin merupakan protein utama serat otot.

Protein Globuler

Berbentuk bola terdapat dalam cairan jaringan tubuh. Protein ini larut dalam larutan garam dan encer, mudah berubah dibawah pengaruh suhu, konsentrasi garam dan mudah denaturasi. Albumin terdapat dalam telur, susu, plasma, dan hemoglobin. Globulin terdapat dalam otot, serum, kuning telur, dan gizi tumbuh-tumbuhan. Histon terdapat dalam jaringan-jaringan seperti timus dan pancreas. Protamin dihubungkan dengan asam nukleat.

Protein Konjugasi

Merupakan protein sederhana yang terikat dengan baha-bahan non-asam amino. Nukleoprotein terdaoat dalam inti sel dan merupakan bagian penting DNA dan RNA. Nukleoprotein adalah kombinasi protein dengan karbohidrat dalam jumlah besar. Lipoprotein terdapat dalam plasma-plasma yang terikat melalui ikatan ester dengan asam fosfat sepertu kasein dalam susu. Metaloprotein adalah protein yang terikat dengan mineral seperti feritin dan hemosiderin adalah protein dimana mineralnya adalah zat besi, tembaga dan seng.

b. Menurut kelarutannya, protein globuler dibagi menjadi :

Albumin : laut dalam air terkoagulasi oleh panas. Contoh : albumin telur, albumin serum.

Globulin : tidak larut air, terkoagulasi oleh panas, larut dalam larutan garam, mengendap dalam larutan garam, konsentrasi meningkat. Contoh : Ixiosinogen dalam otot.

Glutelin : tidak larut dalam pelarut netral tapi tapi larut dalam asam atau basa encer. Contoh : Histo dalam Hb.

Plolamin/Gliadin: larut dalam alcohol 70-80% dan tidak larut dalam air maupun alkohol absolut. Contoh : prolaamin dalam gandum.

Histon : Larut dalam air dasn tak larut dalam ammonia encer. Contoh : Hisron dalam Hb.

Protamin : protein paling sederhana dibanding protein-protein lain, larut dalam air dan tak terkoagulasi oleh panas. Contoh : salmin dalam ikatan salmon.

c. Berdasarkan senyawa pembentuk, terbagi sebagai berikut:

Protein sederhana (protein saja ) Contoh : Hb

Protein Kojugasi dan Senyawa Non Protein

Protein yang mengandung senyawa lain yang non protein disebut protein konjugasi, sedang protein yang mengandung senyawa non protein disebut protein sederhana. Contoh : 9 Glikoprotein terdapat pada hati.

Merupakan protein sederhana yang terikat dengan baha-bahan non-asam amino. Nukleoprotein terdaoat dalam inti sel dan merupakan bagian penting DNA dan RNA. Nukleoprotein adalah kombinasi protein dengan karbohidrat dalam jumlah besar. Lipoprotein terdapat dalam plasma-plasma yang terikat melalui ikatan ester dengan asam fosfat sepertu kasein dalam susu. Metaloprotein adalah protein yang terikat dengan mineral seperti feritin dan hemosiderin adalah protein dimana mineralnya adalah zat besi, tembaga dan seng.

d. Berdasarkan keberadaan asam amino esensial. Dikelompokkan kedelapan asam amino esensial yang harus disediakan dalam bentuk jadi dalam menu makanan yang dikonsumsi sehari-hari.

· Isoleusin

· Leussin

· Lisin

· Methionin (asam amino esensial), fungsinya dapat digantikan sistin (semi esensial) secara tidak sempurna.

· Penilalanin, yang fungsinya dapat digantikan tirosin (semi esensial) tidak secara sempurna, akan tetapi paling tidak dapat menghematnya.

· Threonin

· Triptopan

· Valin

http://lisadyprotein.blogspot.com/

Klasifikasi protein pada biokimia didasarkan atas fungsi biologinya.

1. Enzim

Merupakan golongan protein yang terbesar dan paling penting. Kira-kira seribu macam enzim telah diketahui, yang masing-masing berfungsi sebagai katalisator reaksi kimia dalam jasad hidup. pada jasad hidup yang berbeda terdapat macam jenis enzim yang berbeda pula. Molekul enzim biasanya berbentuk bulat (globular), sebagian terdiri atas satu rantai polipeptida dan sebagian lain terdiri lebih dari satu polipeptida.

Contoh enzim: ribonuklease, suatu enzim yang mengkatalisa hidrolisa RNA (asam poliribonukleat); sitokrom, berperan dalam proses pemindahan electron; tripsin; katalisator pemutus ikatan peptida tertentu dalam polipeptida.

2. Protein Pembangun

Protein pembangun berfungsi sebagai unsure pembentuk struktur.

Beberapa contoh misalnya: protein pembukus virus, merupakan selubung pada kromosom; glikoprotein, merupakan penunjang struktur dinding sel; struktur membrane, merupakan protein komponen membrane sel; α-Keratin, terdapat dalam kulit, bulu ayam, dan kuku; sklerotin, terdapat dalam rangka luar insekta; fibroin, terdapat dalam kokon ulat sutra; kolagen, merupakan serabut dalam jaringan penyambung; elastin, terdapat pada jaringan penyambung yang elastis (ikat sendi); mukroprotein, terdapat dalam sekresi mukosa (lendir).

3. Protein Kontraktil

Protein kontraktil merupakan golongan protein yang berperan dalam proses gerak. Sebagai contoh misalnya; miosin, merupakan unsure filamen tak bergerak dalam myofibril; dinei, terdapat dalam rambut getar dan flagel (bulu cambuk).

4. Protein Pengankut

Protein pengangkut mempunyai kemampuan mengikat molekul tertentu dan melakukan pengangkutan berbagai macam zat melalui aliran darah. Sebagai contoh misalnya: hemoglobin, terdiri atas gugus senyawa heme yang mengandung besi terikat pada protein globin, berfungsi sebagai alat pengangkut oksigen dalam darah vertebrata; hemosianin, befungsi sebagai alat pengangkut oksigen dalam darah beberapa macam invertebrate; mioglobin, sebagai alat pengangkut oksigen dalam jaringan otot; serum albumin, sebagai alat pengangkut asam lemak dalam darah; β-lipoprotein, sebagai alat pengangkut lipid dalam darah; seruloplasmin, sebagai alat pengangkut ion tembaga dalam darah.

5. Protein Hormon

Seperti enzim, hormone juga termasuk protein yang aktif. Sebagai contoh misalnya: insulin, berfungsi mengatur metabolisme glukosa, hormone adrenokortikotrop, berperan pengatur sintesis kortikosteroid; hormone pertumbuhan, berperan menstimulasi pertumbuhan tulang.

6. Protein Bersifat Racun

Beberapa protein yang bersifat racun terhadap hewan kelas tinggi yaitu misalnya: racun dari Clostridium botulimum, menyebabkan keracunan bahan makanan; racun ular, suatu protein enzim yang dapat menyebabkan terhidrolisisnya fosfogliserida yang terdapat dalam membrane sel; risin, protein racun dari beras.

7. Protein Pelindung

Golongan protein pelindung umumnya terdapat dalam darah vertebrata. Sebagai contoh misalnya: antibody merupakan protein yang hanya dibentuk jika ada antigen dan dengan antigen yang merupakan protein asing, dapat membentuk senyawa kompleks; fibrinogen, merupakan sumber pembentuk fibrin dalam proses pembekuan darah; trombin, merupakan komponen dalam mekanisme pembekuan darah.

8. Protein Cadangan

Protein cadangan disimpan untuk berbagai proses metabolisme dalam tubuh. Sebagai contoh, misalnya: ovalbumin, merupakan protein yangterdapat dalam putih telur; kasein, merupakan protein dalam biji jagung.

http://ziamaystri.blog.friendster.com/klasifikasi-protein/

2. Fungsi Protein

Fungsi protein di dalam tubuh kita sangat banyak, bahkan banyak dari proses pertumbuhan tubuh manusia dipengaruhi oleh protein yang terkandung di dalam tubuh kita

a. Sebagai Enzim

Hampir semua reaksi biologis dipercepat atau dibantu oleh suatu senyawa makromolekul spesifik yang disebut enzim, dari reaksi yang sangat sederhana seperti reaksi transportasi karbon dioksida sampai yang sangat rumit seperti replikasi kromosom. Protein besar peranannya terhadap perubahan-perubahan kimia dalam sistem biologis.

b. Alat Pengangkut dan Penyimpan

Banyak molekul dengan MB kecil serta beberapa ion dapat diangkut atau dipindahkan oleh protein-protein tertentu. Misalnya hemoglobin mengangkut oksigen dalam eritrosit, sedangkan mioglobin mengangkut oksigen dalam otot. Pengatur pergerakan Protein merupakan komponen utama daging, gerakan otot terjadi karena adanya dua molekul protein yang saling bergeseran.

c. Penunjang Mekanis

Kekuatan dan daya tahan robek kulit dan tulang disebabkan adanya kolagen, suatu protein berbentuk bulat panjang dan mudah membentuk serabut. Pertahanan tubuh atau imunisasi Pertahanan tubuh biasanya dalam bentuk antibodi, yaitu suatu protein khusus yang dapat mengenal dan menempel atau mengikat benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh seperti virus, bakteri, dan sel- sel asing lain.

d. Media Perambatan Impuls Syaraf

Protein yang mempunyai fungsi ini biasanya berbentuk reseptor, misalnya rodopsin, suatu protein yang bertindak sebagai reseptor penerima warna atau cahaya pada sel-sel mata.

e. Pengendalian Pertumbuhan

Protein ini bekerja sebagai reseptor (dalam bakteri) yang dapat mempengaruhi fungsi bagian-bagian DNA yang mengatur sifat dan karakter bahan.

http://www.membuatblog.web.id/2010/03/fungsi-protein.html

D. Reaksi Analisa Protein

Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu:

a. Analisa Kualitatif

1. Reaksi Xantoprotein

Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan.

2. Reaksi Hopkins-Cole

Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air.

Larutan albumin sebanyak 2 mL ditambahkan dengan 2 mL reagen Hopkins-Cole. Lalu, ditambahkan lagi dengan larutan asam sulfat pekat melalui sisi tabung sampai kira-kira 5 mL dan bila perlu putar perlahan-lahan. Warna yang terbentuk pada pertemuan kedua cairan diamati.kemudian Masing-masing 2 mL larutan tyrosin, phenilalanin, tripthopan, glisin dan sistein ditambahkan dengan 2 mL reagen Hopkins-Cole. Lalu, ditambahkan lagi dengan larutan asam sulfat pekat melalui sisi tabung sampai kira-kira 5 mL dan bila perlu putar perlahan-lahan. Warna yang terbentuk pada pertemuan kedua cairan diamati.

Reagen Hopkins-Cole mengandung asam glioksilat (HOO-CHO). Jika reagen tersebut ditambahkan dengan senyawa yang mengandung cincin indol dan ditambahkan dengan asam sulfat maka akan membentuk cincin ungu pada interfase kedua cairan tersebut.. Pada pengujian asam amino dengan uji Hopkins-Cole, larutan albumin ditambahkan dengan reagen Hopkins-Cole dan asam sulfat. Penambahan tersebut menyebabkan terbentuknya dua lapisan dan terbentuk cincin ungu pada bidang batas antara kedua lapisan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam larutan albumin positif mengandung triptofan, karena triptofan merupakan satu-satunya asam amino yang mengandung gugus indol. Cincin ungu yang terbentuk merupakan hasil kondensasi triptofan dengan gugus aldehida dari asam glioksilat dalam suasana asam sulfat.

Untuk membuktikan bahwa dalam larutan albumin terdapat asam amino triptofan, maka dilakukan uji terhadap beberapa asam amino standar yang ada di laboratorium. Asam amino standar yang digunakan adalah Fenilalanin, tirosin, glisin, sistein dan triptofan. Pada pengujian dengan fenilalanin, tirosin, glisin dan sistein, tidak terjadi perubahan dan tidak terbentuk cincin ungu setelah asam-asam amino tersebut ditambahkan dengan reagen Hopkins-Cole dan asam sulfat. Hal tersebut terjadi karena kekempat asam amino tersebut tidak mengandung gugus indol. Pada pengujian dengan triptofan, terbentuk dua lapisan dan terbentuk cincin ungu di tengah-tengahnya setelah penambahan reagen Hopkins-Cole dan asan sulfat. Hal ini membuktikan bahwa di dalam larutan albumin terdapat asam amino triptofan.

3. Reaksi Millon

Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan ke dalam larutan protein yang mengandung asam amino dengan rantai samping gugus fenolik, akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan.

Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat, bila direaksikan dengan senyawa yang mengandung gugus fenol akan membentuk endapan merah dengan pemanasan. Pada pengujian asam amino dengan uji Millon, larutan protein (albumi telur) ditambahkan dengan reagen Millon. Penambahan reagen Millon ini menyebabkan terbentuknya endapan putih yang kemudian berubah menjadi endapan merah. Hal ini membuktikan dalam larutan albumin tersebut positif mengandung tirosin.

Endapan putih yang terbentuk setelah penambahan reagen Millon pada larutan protein tersebut berasal dari endapan merkuri, dimana pada awalnya Hg yang terlarut di dalam HNO3 teroksidasi menjadi Hg+. Ion Hg + ini selanjutnya membentuk garam dengan gugus karboksil dari tirosin.

Endapan putih dari garan proteinat

Ketika dipanaskan endapan putih tersebut berubah menjadi endapan merah. Hal ini terjadi karena asam nitrat yang semula berfungsi sebagai pelarut mengoksidasi Hg + menjadi Hg2+. Bersamaan dengan hal tersebut, asam amino tirosin ternitrasi. Kemudian terjadi reaksi pembentukan HgO yang berwarna merah.

Untuk membuktikan bahwa dalam larutan albumin terdapat asam amino tirosin, maka dilakukan uji terhadap beberapa asam amino standar yang ada di laboratorium. Asam amino standar yang digunakan adalah fenilalanin, tirosin, glisin, sistein dan tiptofan. Pada pengujian dengan fenilalanin, glisin, sistein dan tiptofan tidak terbentuk endapan merah. Hal ini disebabkan karena pada keempat asam amino tersebut tidak mengandung gugus fenol. Pada pengujian dengan tirosin, setelah penambahan reagen Millon dan pemanasan tidak terjadi perubahan warna. Padahal, seharusnya terbentuk endapan merah yang dapat membuktikan bahwa dalam laruta albumin terdapat asam amino tirosin. Hal ini kemungkinan terjadi karena penambahan reagen Millon yang terlalu banyak.


4. Reaksi Natriumnitroprusida

Pada asam amino sistein, selain terdapat gugus –COOH ,gugus –NH2 dan gugus R pada asam amino sistein juga terdapat –SH bebas (gugus sulfidril) bila bereaksi dengan natrium nitroprusida dalam amonia berlebih menghasilkan kompleks berwarna merah. Beberapa protein yang memberikan hasil negatif terhadap uji ini, ternyata menjadi positif setelah dipanaskan sampai mengalami koagulasi atau denaturasi. Hal ini menunjukkan proses tersebut menghasilkan gugus –SH bebas.

Reaksi:

[Fe3+(CN)3NC]2- + NH3 + RSH NH4+ + [Fe2+ (CN)5NOSR]2-

Kompleks berwarna merah

5. Metode Biuret

Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawasenyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah violet atau biru violet.

No.

Zat Uji

Hasil Uji Biuret

Polipetida (+/-)

1

Albumin 2 %

Berwarna Ungu

+

2

Gelatin 2%

Berwarna Violet

+

3

Kasein 0.5%

Berwarna Ungu

+

4

Glisin 2%

Berwarna Biru

-

Polipeptida mempuyai perbedaan dengan protein. Polipeptida mempunyai residu asam amino ≤ 100 dan dan bobot mulekul ≤ 6.000. Sedangkan, pada protein residu asam amnionya ≥ 100 dan bobot mulekulnya ≥ 6.000. Pada praktikum ini, zat uji Glisin menunjukkan hasil negatif dengan indikasi terbentuknya warna biru adalah karena tidak adanya ikatan peptida. Glisin adalah salah satu asam amino esenial dengan rumus bangun NH2—CH2CO2H. Sedangkan pada Albumin, Gelatin dan Kasein rumus bangunya lebih kompleks dan mengikat dua atau lebih asam amino esensial , sehingga terbentuk ikatan peptida.

Jadi, ikatan peptida hanya terbentuk apabila ada dua atau lebih asam amino esensial yang bereaksi.

http://mgmpkimiasumbar.wordpress.com/2009/02/11/reaksi-analisa-protein/

b. Analisa Kuantitatif

1. Metode Kjeldahl

Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.

Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.

1. Tahap destruksi

Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya.

2. Tahap destilasi

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.

3. Tahap titrasi

Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP.

%N = × N. NaOH × 14,008 × 100%

Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda.

%N = × N.HCl × 14,008 × 100 %

Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan.

http://kisahfathe.blogspot.com/2009/02/kjeldahl.html

2. Metode Titrasi Formol

Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah p.p., akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik.

http://mgmpkimiasumbar.wordpress.com/2009/02/11/reaksi-analisa-protein/

Selain cara diatas,kita dapat juga dianalisis untuk menentukan kadar protein dengan:

1. Penetapan Kadar Protein dengan Metode FeCl3

Protein dapat diendapkan dengan asam tannat. Kompleks asam tannat/protein yang terjadi dapat bereaksi dengan ion Ferri membentuk kompleks stabil berwarna merah. Sebelumnya, kelebihan asam tannat harus dihilangkan dengan pencucian menggunakan larutan NaCl fisiologis. Metode ini mempunyai kelebihan: cepat, mudah dikerjakan, dan akurat. Metode ini bisa memiliki batas deteksinya hingga 5 ug/mL, dan recovery 98-103%. Interferensi yang bisa terjadi pada metode ini adalah bila terdapat senyawa yang bisa membentuk kompleks dengan ion Ferri.

Reagen:

  • Larutan NaCl 1.5 M
  • Asam Tannat 1 mM; dibuat dengan melarutkan 1.7 g asam tannat dalam akuades (yang mengandung 1 g asam benzoat) hingga 1 L.
  • Larutan FeCl3 10 mM; dibuat dengan melarutkan 1.625 g dalam pelarut air-trietanolamin (1:1) hingga 1 L.

Larutan Standard:

Buat seri kadar larutan standard BSA (Bovine Saline Albumin) 0.1 - 1.0 mg/mL dengan pengenceran dari larutan stok.

Prosedur:

  1. Ambil 0.5 mL larutan (sampel protein/standard), masukkan ke dalam tabung sentrifuse. Tambahkan 0.5 mL larutan NaCl 1.5 M dan 0.5 mL asam tannat 1 mM, vortex. Setelah 5 menit, lakukan sentrifugasi selama 10 menit pada 3000 rpm.
  2. Dekantir supernatan, tuntaskan dengan membalikkan tabung pada kertas saring.
  3. Tambahkan 5 mL larutan NaCl pada endapan, vortex, sentrifugasi, dan buang supernatan untuk memcuci endapan.
  4. Tambahkan 2 mL air dan 0.5 mL reagen FeCl3 pada endapan, vortex. Setelah 5 menit, ukur absorbansinya pada 510 nm terhadap blanko (2 mL air + 0.5 mL FeCl3).

2. Penetapan Kadar Protein dengan Metode Lowry

Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam metode ini terlibat 2 reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana metode biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat-phosphotungstat (phosphomolybdotungstate), menghasilkan heteropolymolybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri. Kekuatan warna biru terutama bergantung pada kandungan residu tryptophan dan tyrosine-nya. Keuntungan metode Lowry adalah lebih sensitif (100 kali) daripada metode Biuret sehingga memerlukan sampel protein yang lebih sedikit. Batas deteksinya berkisar pada konsentrasi 0.01 mg/mL. Namun metode Lowry lebih banyak interferensinya akibat kesensitifannya.

3. Penetapan Kadar Protein dengan Metode Bradford

Metode Bradford didasarkan pada pengikatan secara langsung zat warna Coomassine Brilliant Blue G250 (CBBG) oleh protein yang mengandung residu asam amino dengan rantai samping aromatik (Tyrosine, Tryptophan dan Phenylalanine) atau bersifat basa (Arginine, Histidine dan Leucine). Reagen CBBG bebas berwarna merah-kecoklatan (λmaks 465 nm), sedangkan dalam suasana asam reagen CBBG akan berada dalam bentuk anion yang akan mengikat protein membentuk warna biru (λmaks 595 nm). Jumlah CBBG yang terikat pada protein proporsional dengan muatan positif yang ditemukan pada protein

Metode Bradford didasarkan pada pengikatan secara langsung zat warna Coomassine Brilliant Blue G250 (CBBG) oleh protein yang mengandung residu asam amino dengan rantai samping aromatik (Tyrosine, Tryptophan dan Phenylalanine) atau bersifat basa (Arginine, Histidine dan Leucine). Reagen CBBG bebas berwarna merah-kecoklatan (λmaks 465 nm), sedangkan dalam suasana asam reagen CBBG akan berada dalam bentuk anion yang akan mengikat protein membentuk warna biru (λmaks 595 nm). Jumlah CBBG yang terikat pada protein proporsional dengan muatan positif yang ditemukan pada protein.

Coomassie Blue G250; sebanyak 100 mg Coomassie Blue G250 dilarutkan dalam 50 mL etanol 95%. Larutan ini kemudian dicampur dengan 100 mL asam fosfat 85%, diencerkan hingga 1 L dengan akuades. Reagen kemudian disaring dengan kertas Whatman No. 1 sebelum disimpan pada suhu kamar. Reagen ini stabil untuk beberapa minggu, meskipun akan terjadi sedikit pengendapan.

Buat seri kadar larutan standard BSA (Bovine Saline Albumin) 0.1 - 1.0 mg/mL dengan pengenceran dari larutan stok.Ambil 100 μL larutan (sampel/standard), masukkan ke tabung. Tambahkan 5 mL reagen, homogenkan. Hindari terjadinya gelembung (busa), Ukur absorbansi pada 595 nm terhadap blanko (larutan PBS).

(http://ariebs.staff.ugm.ac.id/?tag=analisis-protein)

DAFTAR PUSTAKA

Philip w. kuchel.1985. Biochemistry.sydney: university of sydney

Lehninger.1982.Dasar-dasar Biokimia.Jakarta: Erlangga

Malcom p. steven.1989.Kimia Polimer. Jakarta: Pradma Pramita

http://sciencebiotech.net/struktur-molekul-protein/

http://lisadyprotein.blogspot.com/

http://ziamaystri.blog.friendster.com/klasifikasi-protein/

http://www.membuatblog.web.id/2010/03/fungsi-protein.html

http://mgmpkimiasumbar.wordpress.com/2009/02/11/reaksi-analisa-protein/

http://kisahfathe.blogspot.com/2009/02/kjeldahl.html

http://mgmpkimiasumbar.wordpress.com/2009/02/11/reaksi-analisa-protein/

http://ariebs.staff.ugm.ac.id/?tag=analisis-protein

0 komentar:

Posting Komentar