WELCOME TO MY BLOG ALL ABOUT CHEMISTRY :)

rss

Senin, 11 Juli 2011

kinetika enzim

KINETIKA ENZIM

Enzim sebagai katalisator juga mempunyai sifat-sifat seperti katalisator pada umumnya, seperti ikut bereaksi, tetapi pada akhir reaksi didapatkan kembali dalam bentuk semula. Hal tersebut mengakibatkan enzim dapat dipakai kembali setelah melaksanakan aktivitasnya, sehingga tubuh kita tidak membutuhkan enzim dalam jumlah yang besar. Jumlah/kadar enzim yang kecil tersebut menimbulkan kesulitan tersendiri bagi kita untuk mengukur kadar enzim, sehingga memerlukan teknik yang rumit. Secara klinis pengukuran kadar enzim sangat penting dilakukan. Disamping untuk mengetahui kadar suatu enzim pada seorang penderita, Enzim plasma nonfungsinal dapat dijadikan sebagai petanda adanya kerusakan organ tertentu.

Fungsi khusus enzim adalah:

1.merendahkan energy aktivasi

2.mempercepat reaksi

3. mengendalikan reaksi

1.Merendahkan energy aktivasi

Untuk merubah zat A menjadi zat B di butuhkan energy yang cukup untukmencapai keadaan aktif atau dalam keadaan transisi,yang kemudian bisa berubah menjadi zat B.energi tersebut dinamakan energy aktivasi.

2.Kecepatan reaksi

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Reaksi Enzimatik
Kecepatan reaksi enzim dipengaruhi oleh banyak faktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut diantaranya adalah:

(1) suhu;

(2) pH;

(3) kadar enzim dan kadar substrat

Nilai Km beberapa enzim

Enzim

Subtrat

Km

katalase

H2O2

25

Heksokinase(otak)

ATP

0.4


D-glukosa

0.05


D-fruktosa

1.5

Anhidrase karbonat

HCO3-

9

khimotripsin

Glisiltirosinilglisin

108


N-benzoiltirosinamida

2,5

β-galaktosidase

D-laktosa

4.0

Dehidrase trionin

L-treonin

5.0

Persaman michaelis- menten

Vo = Vmaks[S]

[S] + Km

Dapat ditrasformasi secara aljabar menjadi bentuk lain yang lebih bermanfaat di dalam pemetaan data percobaan. Suatu trasformasi yang umum dilakukan diturunkan secara sederhana dengan membuat kebalikan dari kedua sisi persamaan Michaelis-Menten, sehingga memberikan :

1 = Km + [s]

Vo Vmaks[s]

Dengan memisahkan komponen pembilang pada sisi kanan persamaan, diperoleh :

1 = k . + [S] .

Vo Vmaks[S] Vmaks [S]

Yang dapat disederhanakan menjadi:

1 = k . 1 . + 1 .

Vo Vmaks [S] Vmaks

Persamaan (b) adalah trasformasi persamaan MIchaelis-Menten yang disebut persamaan lineweaver-Burk. Bagi enzim-enzim yang mengikuti hubungan Michaelis- Menten secara benar pemetaan 1/Vo terhadap 1/ [S]-nya menghasilkan garis lurus ( gambar 1 ). Garis ini akan memiliki sudut Km/ Vmaks, perpotongan garis terhadap simbu y sebesar 1/ Vmaks( pada sumbu 1/ Vo) dan perpotongan -1/ Km pada sumbu 1/ [s] Lineweaver-Burk memiliki banyak manfaat, karena menghasilkan penentuan Vmaks secata lebih tepat yang hanya dapat diduga pada pemetaan Vo terhadap [S], seperti dilihat pada gambar 2

Trasformasi lain dari persamaan Micheles- Menten telah diturunkan dan di pergunakan. Masing-masing memiliki manfaat khusus dalam menganalisa data kinetika enzim pemetaan kebalikan ganda dari data kecepatan reaksi enzim amat bermanfaat dalam mengalakisa penghambatan enzim.

DAFTAR PUSTAKA

Thenawijaya maggy. 2008. Lehningier dasar-dasar biokimia jilid 1. Jakarta : Erlangga

Girindra Aisjah. 1986. Biokimia 1. Jakarta : Gramedia

Schumm E. Dorothy. 1993. Intisari Biokimia Bandung : bina rupa aksara


INHIBISI REAKSI ENZIM

Inhibitor adalah molekul yang mengikat enzim dan dapat menurunkan aktivitasnya . Tidak semua molekul yang mengikat adalah inhibitor enzim; enzim aktivator mengikat enzim dan meningkatkan aktivitas enzimatik .

Pengikatan inhibitor dapat menghentikan sebuah substrat dari enzim memasuki situs aktif dan / atau menghalangi enzim dari reaksi katalisisnya.

Hampir semua enzim dapat diracuni atau dihambat oleh senyawa kimiawi tertentu. Dari penelitian mengenai senyawa penghambat enzim, telah diperoleh informasi yang berguna mengenai spesifisitas substrat enzim, sifat-sifat alamiah gugus fungsional pada sisi aktif, dan mekanisme aktivitas katalitik. Senyawa penghambat enzim juga amat berguna dalam menjelaskan lintas metabolic di dalam sel. Lebih lanjut, beberapa obat yang bermanfaat di dalam dunia kedokteran nampaknya berfungsi karena senyawa ini dapat menghambat enzim-enzim tertentu yang mengganggu kerja sel.

Jenis-jenis penghambat enzim :

1. Hambatan yang bekerja secara tidak dapat balik (irreversible inhibitor)

yaitu golongan yang bereaksi dengan, atau merusakkan suatu gugus fungsional pada molekul enzim yang penting bagi aktivitas katalitiknya. Suatu contoh dari penghambat tak dapat balik adalah senyawa diisoprofilfluorofosfat (DFP), yang menghambat enzim asetilkolinesterase, yang penting di dalam transmisi impuls syaraf.

Apabila penggabungan tidak bersifat reversibel maka pendekatan Michaelis-Menten tidak dapat dilakukan. Hambatan tidak reversible ini dapat terjadi karena inhibitor bereaksi tidak reversibel dengan bagian tertentu pada enzim, sehingga mengakibatkan berubahnya bentuk enzim. Dengan demikian mengurangi aktivitas katalitik enzim tersebut. Sebagai contoh inhibitor dalam hal ini ialah molekul iodoase-tamida yang dapat bereaksi dengan gugus –SH suatu enzim tertentu.

Enzim-SH + ICH2CONH2 enzim-S-CH2CONH2 + HI

Reaksi ini berlangsung tidak reversible sehingga menghasilkan produk reaksi dengan sempurna. Inhibitor lain ialah diisopropil fosfofluoridat. Inhibitor ini termasuk senyawa fosfor organic yang bersifat racun, karena dapat berkaitan dengan asetilkolin esterase yang terdapat dan berfungsi pada system syaraf pusat.

Dengan terbentuknya ester ini maka enzim tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga dapat mengganggu kerja sel syaraf pusat. Ester yang terbentuk barsifat stabil dan tidak mudah terhidrolisis. Dengan demikian hambatan ini diakibatkan oleh diisopropilfosfoflouridat ini merupakan hambatan tidak reversible.

2. Hambatan yang bekerja secara dapat balik (reversible inhibitor)

a. Hambatan kompetitif (competitive inhibition)

Suatu penghambat kompetitif berlomba dengan substrat untuk berikatan dengan sisi aktif enzim. Tetapi, sekali terikat tidak dapat diubah oleh enzim tersebut. Ciri penghambat kompetitif adalah penghambatan ini dapat dibalikkan atau diatasi hanya dengan meningkatkan konsentrasi substrat. Sebagai contoh, jika suatu enzim 50% dihambat pada konsentrasi tertentu dari substrat dan penghambat kompetitif, kita dapat mengurangi persen penghambat dengan meningkatkan konsentrasi substrat.

Penghambat kompetitif biasanya menyerupai substrat normal pada struktur tiga dimensinya. Karena persamaan ini, penghambat kompetitif “menipu” enzim untuk berikatan dengannya. Sebenarnya, penghambatan kompetitif dapat dianalisa secara kuantitatif oleh teori Michaelis-Menten. Penghambat kompetitif (I) hanya berikatan secara dapat balik dengan enzim, membentuk suatu kompleks EI

E + I ↔ EI

Akan tetapi, penghambat tidak dapat dikatalisa oleh enzim untuk menghasilkan produk yang baru.

Pengaruh inhibitor bersaing ini tidak tergantung pada konsentrasi inhibitor semata, tetapi juga pada konsentrasi substrat. Pengaruh inhibitor dapat dihilangkan dengan cara menambah substrat dalam konsentrasi besar. Pada konsentrasi substrat yang sangat besar, peluang terbentuknya kompleks ES juga makin besar. Kecepatan reaksi maksimum (Vmaks) dapat tercapai pada konsentrasi substrat yang besar. Hubungan antara kecepatan reaksi V dengan konsentrasi substrat [S] pada reaksi yang dihambat oleh inhibitor bersaing terlihat pada Gambar 6-8.

Hubungan antara 1/V dengan l/[S] pada reaksi yang dihambat oleh inhibitor bersaing dijelaskan dengan persamaan Lineweaver- Burk' sebagai berikut:

Persamaan Lineweaver-Burk tersebut menunjukkan hubungan linear 1/V terhadap 1/[S] sebagaimana tampak pada Gambat 6-9.

Jadi makin besar konsentrasi inhibitor, makin besar pula sudut kemiringan garis grafik tersebut dan bila [I ]= 0, artinya reaksi tanpa inhibitor, kemiringan garis dinyatakan dengan harga Km/Vmaks. Titik potong grafik dengan sumbu -X besarnya ialah:

Untuk reaksi tanpa inhibitor atau [I] = 0, maka titik ,potong dengan sumbu -x besarnya ialah -1/Km. Apabila harga titik potong grafik dengan sumbu -x dapat ditentukan dari hasil eksperimen, sedangkan harga Km dan[I] telah diketahui, dapat dihitung harga K1. Untuk memperoleh grafik Lineweaver-Burk tersebut dapat dilakukan serangkaian eksperimen dengan [I] yang sama dengan harga [S] yang berbeda-beda. Untuk membandingkan suatu hasil eksperimen, dapat pula dilakukan serangkaian eksperimen lagi dengan harga [I] lain yang tetap dan harga [s] yang berbeda-beda.

b. Hambatan Nonkompetitif (noncompetitive inhibition)

Pada penghambatan nonkompetitif, penghambat berikatan pada sisi enzim selain sisi tempat substrat berikatan, mengubah konformasi molekul enzim, sehingga mengakibatkan inaktifasi dapat balik sisi katalitik. Penghambatan nonkompetitif berikatan secara dapat balik pada kedua molekul enzim bebas dan kompleks ES, membentuk kompleks EI dan ESI yang tidak aktif :

E + I ↔ EI

ES + I ↔ ESI (Lehninger. 1982 :251-255)

Hambatan tidak bersaing ini (non competitive inhibition) tidak dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi substrat dan inhibitor yang melakukannya disebut inhibitor tidak bersaing. Dalam hal ini inhibitor dapat bergabung dengan enzim pada suatu bagian enzim diluar bagian aktif.

Hambatan tidak bersaing ini dapat pula diketahui grafik yang menggambarkan hubungan antara V dengan [S], atau hubungan antara1/V dengan 1/[S]. Bila digambarkan hubungan antara V dengan [S] maka akan terjadi grafik seperti gambar 6-10.

Adanya inhibitor akan memperkecil harga Vmaks, sedangkan harga Km tidak berubah. Grafik yang terjadi bila digambarkan hubungaa antara 1/V terhadap 1/[S] seperti pada gambar 6-11.

Dari grafik tersebut, tampak bahwa baik grafik reaksi tanpa inhibitor maupun dengan inhibitor memotong sumbu –x pada titik yang sama, yaitu pda harga -1/ Km. Titik potong grafik denga sumbu –y untuk rekasi tanpa inhibitor terdapat pada harga 1/ Vmaks, sedangkan untuk reaksi dengan inhibitor tidak bersaing terdapat pada harga :

Baik dari grafik Michaelis-Menten (Gambar 6-10) maupun grafik Lineweaver-Burk (Gambar 6-11) tampak bahwa pada harga [S] yang sangat besar pun harga Vmaks untuk reaksi dengan inhibitor atau dengan kata lain hambatan tidak bersaing pada suatu reaksi tidak dapat diatasi dengan jalan memperbesar konsentrasi substrat.

Contoh inhibitor tidak bersaing yang banyak dikenal ialah ion-ion logam berat (Cu++, Hg++ dan Ag+) yang dapat berhubungan dengan gugus -SH yang terdapat pada sistein dalam enzim.

c. Hambatan Unkompetitif

Pada inhibisi unkompetitif, inhibitor tidak dapat berikatan dengan enzim bebas, namun hanya dapat dengan komples ES. Kompleks EIS yang terbentuk kemudian menjadi tidak aktif. Jenis inhibisi ini sangat jarang, namun dapat terjadi pada enzim-enzim multimerik.

3. Hambatan Alosetrik

Model Michaelis-Menten dapat digunakan untuk menerangkan terjadinya hambatan bersaing maupun hambatan tidak bersaing. Namun ada beberapa enzim yang sifat kinetiknya tidak dapat diterangkan dengan model Michaelis-Menten. Sebagai contoh bila dibuat grafik kecepatan reaksi terhadap konsentrasi substrat, maka untuk beberapa enzim tersebut tidak terbentuk hiperbola seperti halnya dengan enzim-enzim yang telah dibahas sebelumnya, tetapi akan terjadi grafik yang berbentuk sigmoida (Gambar 6-12). Kelompok enzim yang mempunyai sifat demikian ini disebut alosterik. Hambatan yang terjadi pada enzim alosterik dinamakan hambatan alosterik, sedangkan inhibitor yang menghambat dinamakan inhibitor alosterik.

Bentuk molekul inhibitor alosterik ini berbeda dengan molekul substrat. Lagipula inhibitor alosterik berikatan dengan enzim pada tempat diluar bagian aktif enzim. Dengan demikian hambatan ini tidak akan dapat diatasi dengan penambahan sejumlah besar substrat. Terbentuknya ikatan antara enzim dengan inhibitor mempengaruhi konformasi enzim, sehingga bagian aktif mengalami perubahan bentuk. Akibatnya ialah penggabungan substrat pada bagian aktif enzim terhambat. Model hipotetis suatu hambatan alosterik dapat dilihat pada Gambar 6-13.

Treoin sebaai substrat tidak dapat bergabung dengan enzim karena bentuk bagian aktif enzim berubah setelah enzim berikatan dengan isoleusin sebagai inhibitor.

DAFTAR PUSTAKA

Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Jakarta : Erlangga

Montgomery, dkk. Biokimia- Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus. Jilid 1. Edisi Keempat. Yogyakarta : UGM-Press

Plummer, David T. 1980. Practical Biochemistry. Third Edition.

Podjiadi, Anna. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta :UI-Press

Wikipedia.com

MEKANISME MOLEKULER REAKSI ENZIMATIK

Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi sehingga proses reaksi berlangsung lebih cepat. Percepatan proses reaksi terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan sehingga mempermudah terjadinya reaksi. Sebagian besar enzim bekerja secara khas. Setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau satu reaksi kimia. Ini disebabkan karena adanya perbedaan struktur kimia yang bersifat tetap pada setiap enzim. Sebagai contoh, enzim maltase hanya dapat digunakan pada proses perombakan maltosa menjadi glukosa.

Enzim maltase
Maltosa 2 glukosa
(substrat) (produk)

Bahan tempat enzim bekerja disebut substrat sedangakn daerah yang mengandung residu katalitik yang akan mengikat substrat dan kemudian menjalani reaksi ini dikenal sebagai tapak aktif.Dalam contoh reaksi di atas substratnya adalah maltosa. Bahan baru atau materi yang dibentuk sebagai hasil reaksi disebut produk. Dalam contoh reaksi di atas hanya ada 1 produk yaitu glukosa. Enzim yang mengkatalisis adalah maltase. Reaksi tersebut dapat berlangsung ke arah sebaliknya. Dengan kata lain reaksinya dua arah (reversible), maltosa dapat berubah menjadi glukosa dan glukosa dapat berubah menjadi maltosa. Enzim yang bekerja di kedua reaksi adalah maltase. Jika terdapat maltosa lebih banyak daripada glukosa, reaksi berlangsung dari kiri ke kanan. Sebaliknya, jika glukosa terdapat lebih banyak daripada maltosa, maka reaksi berlangsung dari kanan ke kiri

Enzim bekerja dengan dua cara, yaitu menurut Teori Kunci-Gembok (Lock and Key Theory) dan Teori Kecocokan Induksi (Induced Fit Theory).

http://hotimah.com/wp-content/uploads/2010/05/cara-kerja-enzim.png

Gambar. Cara Kerja Enzim

A. Teori Kunci-Gembok (Lock and Key Theory)

Teori ini dikemukakan oleh Emil Fisher (1894) yang menyatakan bahwa kerja enzim seperti kunci dan anak kunci, melalui hidrolisis senyawa gula dengan enzim invertase. Terjadinya reaksi antara substrat dengan enzim adalah karena adanya kesesuaian bentuk ruang antara substrat dengan sisi aktif (active site) dari enzim. Dengan begitu sisi aktif enzim cenderung kaku. Substrat berperan sebagai kunci (key) dan sisii aktif (lock) berperan sebagai gembok. Substrat masuk ke dalam sisi aktif sehingga terjadi kompleks enzim-substrat. Hubungan antara enzim dan substrat membentuk ikatan yang lemah. Pada saat ikatan kompleks enzim-substrat terputus, produk hasil reaksi akan dilepas dan enzim akan kembali pada konfigurasi semula.Tapi manakala model ini menjelaskan kespesifikan enzim, ia gagal dalam menjelaskan stabilisasi keadaan transisi yang dicapai oleh enzim. Model ini telah dibuktikan tidak akurat, dan model ketepatan induksilah yang sekarang paling banyak diterima.

http://hotimah.com/wp-content/uploads/2010/05/teori-kunci-dan-gembok.png

http://hotimah.com/wp-content/uploads/2010/05/teori-lock-and-key.png

B. Teori Kecocokan Induksi (Induced Fit Theory).

Pada tahun 1958, Daniel Koshland mengajukan modifikasi model kunci dan gembok. Menurut teori ini sisi aktif tidak bersifat kaku tetapi lebih fleksibel. Sisi aktif secara terus menerus berubah bentuknya sesuai dengan interaksi antara enzim dan substrat. Ini dibuktikan dari hasil kristalografi sinar x. Ketika substrat memasuki sisi aktif enzim, bentuk sisi aktif akan termodifikasi menyesuaikan bentuk substrat sehingga terbentuk kompleks enzim substrat. Sisi aktif akan terus berubah bentuknya sampai substrat terikat secara sepenuhnya, yang mana bentuk akhir dan muatan enzim ditentukan. Ketika substrat terikat pada enzim, sisi aktif enzim mengalami beberapa perubahan sehingga ikatan yang terbentuk antara enzim dan substrat menjadi menjadi lebih kuat. Bahkan terkadang ditemukan beberapa kasus, misalnya glikosidase, molekul substrat juga berubah sedikit ketika ia memasuki tapak akti.Tapak aktif akan terus berubah bentuknya sampai substrat terikat secara sepenuhnya, yang mana bentuk akhir dan muatan enzim ditentukan.Interaksi antara enzim dan substrat disebut Induced fit.

http://hotimah.com/wp-content/uploads/2010/05/Induced-Fit-Theory-300x85.png

http://hotimah.com/wp-content/uploads/2010/05/teori-kecocokan-induksi.png

Enzim dapat bekerja dengan beberapa cara, yang kesemuaannya menurunkan ΔG:

· Menurunkan energi aktivasi dengan menciptakan suatu lingkungan yang mana keadaan transisi terstabilisasi (contohnya mengubah bentuk substrat menjadi konformasi keadaan transisi ketika ia terikat dengan enzim.)

· Menurunkan energi keadaan transisi tanpa mengubah bentuk substrat dengan menciptakan lingkungan yang memiliki distribusi muatan yang berlawanan dengan keadaan transisi.

· Menyediakan lintasan reaksi alternatif. Contohnya bereaksi dengan substrat sementara waktu untuk membentuk kompleks Enzim-Substrat antara.

· Menurunkan perubahan entropi reaksi dengan menggiring substrat bersama pada orientasi yang tepat untuk bereaksi. Menariknya, efek entropi ini melibatkan destabilisasi keadaan dasar, dan kontribusinya

http://www.chem.qmul.ac.uk/iubmb/enzyme/

http timah.com/bagaimana-cara-enzim-bekerja.htm

http://alvyanto.blogspot.com/2010/01/enzim-manusia.html

0 komentar:

Posting Komentar