WELCOME TO MY BLOG ALL ABOUT CHEMISTRY :)

rss

Minggu, 17 Oktober 2010

PRAKTIKUM KESTABILAN ION KOMPLEKS


KESTABILAN ION KOMPLEKS

Sebelum memahami stabilitas dari ion kompleks, harus dipahami terlebih dahulu pengertian mengenai istilah kestabilan itu sendiri. Dalam mempelajari suatu sistem reaksi dan senyawa kimia, ada dua pendekatan yang bisa digunakan, yaitu pendekatan secara termodinamika, dan pendekatan kinetika.

Pada pendekatan termodinamika, maka kita membicarakan mengenai keadaan awal dan akhir dari sistem tersebut. Pada tinjauan termodinamika ini, suatu senyawa kimia dapat dikatakan stabil atau tidak stabil. Selain stabilitas senyawa, beberapa besaran yang dibahas dalam pendekatan termodinamika adalah konstanta kesetimbangan, energi ikatan, potensial reduksi, dan besaran lain yang mempengaruhi harga konstanta kesetimbangan. Untuk senyawa kompleks, Biltz (1927) menggolongkan senyawa kompleks menjadi kompleks stabil dan kompleks tidak stabil. Kompleks yang stabil memiliki kemampuan yang besar untuk tetap mempertahankan keberadaan/identitasnya dalam suatu larutan, sementara kompleks yang tidak stabil akan terurai dengan mudah dalam larutan.

Pendekatan kinetika lebih menitikberatkan pada mekanisme yang terjadi dalam reaksi dan kecepatan berlangsungnya reaksi. Selain itu, pendekatan kinetika juga membahas energi aktivasi dalam reaksi, pembentukan kompleks intermediate, konstanta laju reaksi dan besaran-besaran yang mempengaruhinya. Dalam pandangan secara kinetika, maka suatu senyawa dapat dikatakan sebagai suatu senyawa yang labil, atau senyawa inert. Terkait dengan senyawa kompleks, Taube (1950) telah mengklasifikasikan senyawa kompleks menjadi kompleks labil dan kompleks inert berdasarkan laju pertukaran ligan kompleks tersebut. Kompleks yang labil mengalami pertukaran ligan dengan cepat. Sebaliknya pada kompleks inert, pertukaran ligan berlangsung dengan sangat lambat atau bahkan tidak berlangsung sama sekali.

Karena tinjauan yang digunakan dalam aspek kinetika dan termodinamika berbeda, maka bukan tidak mungkin suatu kompleks yang stabil secara termodinamika jika ditinjau secara kinetika merupakan kompleks yang labil. Sebaliknya, suatu kompleks yang tidak stabil mungkin saja merupakan kompleks inert.

Stabilitas suatu senyawa bergantung pada energi reaksinya, sedangkan labilitas senyawa bergantung pada energi aktivasi dari senyawa tersebut.

TETAPAN STABILITAS ION KOMPLEKS

Pembentukan kompleks dalam suatu larutan berlangsung melalui sejumlah tahapan. Untuk setiap tahapan, tetapan stabilitasnya dapat dituliskan dalam suatu persamaan. Misalkan pembentukan kompleks MLn, terbentuk melalui sejumlah n tahapan. Tetapan stabilitas untuk setiap tahapan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

M + L ML, K1 = [ML]

[M][L]

ML + L ML2, K2 = [ML2]

[ML][L]

…. ….. …… ……..

MLn-1 + L MLn Kn = [MLn]

[MLn-1][L]

Tetapan stabilitas K1, K2, …., Kn disebut sebagai tetapan stabilitas berurutan (stepwise stability constants). Umumnya harga K1 > K2 > K3 > ….> Kn

Selain dinyatakan secara berturutan seperti di atas, tahapan pembentukan kompleks dan tetapan stabilitas juga dapat dinyatakan sebagai berikut :

M + L ML, β1 = [ML]

[M][L]

M + 2L ML2, β2 = [ML2]

[M][L]2

…. ….. …… ……..




M + nL MLn βn = [MLn]

[M][L]n

Harga β1, β2, …, βn disebut sebagai tetapan stabilitas total (overall stability constants) dari kompleks tersebut dengan βn sebagai tetapan stabilitas total ke-n.

Harga K dan β dari suatu kompleks saling berhubungan satu sama lain. Misalkan saja pada suatu kompleks MLn, harga β3nya adalah :

β3 = [ML3]

[M][L]3

Sementara harga K1, K2 dan K3 berturut-turut adalah

K1 = [ML] K2 = [ML2] K3 = [ML3]

[M][L] [ML][L] [ML2][L]

Perhatikan bahwa :

β3 = [ML3] = [ML] x [ML2] x [ML3]

[M][L]3 [M][L] [ML][L] [ML2][L]

β3 = K1 x K2 x K3

Berarti:

βn = K1 x K2 x …. x Kn

log βn = log K1 + log K2 + …….. + log Kn

Harga βn merupakan ukuran dari stabilitas suatu senyawa kompleks. Makin besar harga βn, makin stabil kompleks tersebut.

Kadang-kadang dinyatakan 1/Kn sebagai konstanta instabilitas dari suatu kompleks.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STABILITAS KOMPLEKS

Stabilitas dari suatu senyawa kompleks dipengaruhi dua faktor, yaitu pengaruh dari ligan, dan pengaruh dari logam pusat kompleks tersebut.

A. Pengaruh Logam Pusat

Berikut ini beberapa sifat logam pusat yang menentukan stabilitas dari suatu senyawa kompleks.

1. Ukuran dan Muatan Logam Pusat

Stabilitas kompleks umumnya menurun dengan kenaikan jari-jari ion logam pusatnya. Perhatikan urutan stabilitas kompleks dengan logam alkali sebagai ion pusat terhadap jari-jari ionnya sebagai berikut :

Li+ (r = 0,60Ǻ) > Na+ (r = 0,95Ǻ) > K+ (r = 1,33 Ǻ) > Rb+ (r = 1,48Ǻ) > Cs+ (r= 1,69Ǻ)

Jika ditinjau dari muatan ion logam pusatnya, maka stabilitas kompleks menurun seiring dengan penurunan muatan ion logam pusat tersebut. Misalkan untuk ion Th4+, Y3+, Ca2+ dan Na+, urutan stabilitas kompleks dari logam tersebut dengan ligan yang sama adalah sebagai berikut :

Th4+ (r = 0,95Ǻ) > Y3+ (r = 0,93Ǻ) > Ca2+ (r = 0,99Ǻ) > Na+ (r = 0,95Ǻ)

Jika kedua faktor tersebut (jari-jari ion dan muatan ion pusat) digabungkan, maka secara umum dapat dilihat bahwa makin besar perbandingan harga muatan (q) dan jari.jari (r) kation logam, kompleks yang terbentuk akan semakin stabil. Hal ini dikarenakan dengan harga q/r yang makin besar medan listrik dari logam pusat semakin besar pula.

Logam Pusat

Jari-jari ion (Ǻ)

q/r

q/r meningkat

Kestabilan meningkat

Li+

0,60

1/0,60 = 1,6

Ca2+

0,99

2/0,99 = 2,0

Ni2+

0,72

2/0,72 = 2,97

Y3+

0,93

3/0,93 = 3,22

Th4+

0,95

4/0,95 = 4,20

Al3+

0,50

3/0,50 = 6,0

Be2+

0,31

2/0,31 = 6,45

2. Faktor CFSE

Pada logam unsur-unsur transisi, adanya pemecahan orbital d yang memberikan harga CFSE tertentu mempengaruhi stabilitas dari kompleks yang terbentuk. Adanya CFSE akan meningkatkan kestabilan kompleks, sehingga harga K maksimum dapat diramalkan akan diperoleh pada kompleks dengan logam pusat yang memiliki konfigurasi elektron d3 dan d8, karena konfigurasi ini akan memberikan harga CFSE yang paling besar.

Secara umum, urutan stabilitas kompleks berdasarkan konfigurasi elektron pada orbital d mengikuti urutan sebagai berikut :

d0 < d1 < d2 < d3`d4 < d5 < d6 < d7 < d8 ` d9 < d10

Urutan d3 > d4 dan d8 > d9 akan terjadi pada kompleks dimana efek Jahn-Taller cukup lemah dan kompleks memiliki bilangan koordinasi 6. Sedangkan urutan d3 < d4 dan d8 < d9 akan terjadi pada kompleks dengan efek Jahn-Taller yang cukup kuat dan memiliki bilangan koordinasi 4.

Efek dari faktor CFSE tersebut dapat diamati pada urutan stabilitas kompleks dengan logam berikut :

Ion

Mn2+

Fe2+

Co2+

Ni2+

Cu2+

Zn2+

Jari-jari ion (Ǻ)

0,91

0,83

0,82

0,78

0,69

0,74

Konfigurasi elektron d

d5

d6

d7

d8

d9

d10

Urutan stabilitas

Mn2+ < Fe2+ < Co2+ < Ni2+ < Cu2+ < Zn2+

3. Elektronegativitas dan Kemampuan Polarisasi Logam

Kompleks yang terbentuk dari logam dengan elektonegativitas yang tinggi akan menghasilkan kopmpleks yang lebih stabil, karena kecenderungan logam untuk menarik pasangan elektron yang didonasikan oleh ligan akan lebih kuat. Dalam hal yang sama, logam dengan kemampuan polarisasi yang lebih besar juga akan menghasilkan kompleks yang lebih stabil.

4. Logam Jenis a dan Jenis b

Logam dapat dikategorikan menjadi 3 golongan :

(a) Logam kelas a : logam-logam yang lebih elektropositif, seperti logam alkali dan alkali tanah, logam transisi pertama, logam pada deret Lantanida dan Aktinida

(b) Logam kelas b : logam-logam yang lebih elektronegatif, seperti Pt, Au, Hg, Pb, logam-logam transisi ringan dengan bilangan oksidasi yang rendah

(c) Logam “perbatasan” (borderline)

Logam kelas a akan membentuk kompleks yang lebih stabil dengan ligan dimana atom yang mendonorkan elektron merupakan unsur pada periode kedua (N, O, F). Sedangkan logam golongan b membentuk kompleks yang stabil dengan ligan yang donor elektronnya adalah atom dari periode ketiga (P, S, Cl). Selain itu, logam golongan a dan b memiliki urutan stabilitas yang berkebalikan jika membentuk kompleks dengan ligan-ligan berikut :


Urutan Kestabilan

Logam golongan a

F- > Cl- > Br- > I-

O >> S > Se> Te

N >> P > As > Sb > Bi

Logam golongan b

F- < Cl- < Br- < I-

O << S ≈ Se≈ Te

N << P < As < Sb < Bi

Logam dari golongan b memiliki sejumlah elektron d di luar inti gas mulianya yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan π dengan atom ligan. Adanya ikatan π ini akan meningkatkan kestabilan kompleks. Dengan demikian, logam golongan b akan lebih stabil jika membentuk kompleks dengan ligan yang memiliki orbital d kosong yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan π seperti PMe3, S2- dan I-.

B. Pengaruh Ligan

Selain pengaruh dari logam sebagai ion pusat dari kompleks, ligan yang terikat pada logam tersebut juga menentukan kestabilan dari kompleks yang terbentuk. Berikut beberapa factor dari ligan yang mempengaruhi kestabilan kompleks.

1. Ukuran dan Muatan Ligan

Ligan yang berukuran lebih kecil akan lebih mudah mendekat ke arah logam pusat untuk membentuk ikatan yang lebih kuat. Dengan demikian ligan yang ukurannya lebih kecil akan membentuk kompleks yang lebih stabil. Ditinjau dari muatannya, semakin besar muatan yang dimiliki ligan, gaya tarik menarik antara ligan dengan logam pusat juga makin kuat, sehingga ikatan yang terbentuk otomatis juga menjadi lebih kuat. Dari dua hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa kompleks yang stabil akan terbentuk dari ligan yang berukuran kecil dan memiliki muatan yang besar.

2. Momen Dipol dari Ligan

Analog dengan faktor muatan, makin besar momen dipol dari suatu ligan, stabilitas kompleks yang terbentuk makin besar. Hal ini dapat menjelaskan urutan kestabilan dari sejumlah ligan netral berikut : amina > etilamin > dietilamin > trietilamin

3. Sifat Basa Ligan

Interaksi antara logam dengan ligan dapat ditinjau sebagai interaksi Asam-Basa Lewis. Oleh karena itu, makin basa suatu ligan, kompleks yang terbentuk akan semakin stabil. Hal ini dikarenakan ligan yang sifatnya lebih basa akan lebih mudah mendonorkan pasangan elektron bebas yang dimilikinya pada logam. Atas dasar hal ini, maka ligan NH3 dapat membentuk kompleks yang lebih stabil dibandingkan H2O.

4. Kemampuan Membentuk Ikatan π

Adanya ikatan π dapat memperkuat ikatan logam dengan ligan dalam kompleks. Oleh karena itu, ligan-ligan yang dapat membentuk ikatan π dengan logam membentuk kompleks yang lebih stabil. Misalnya saja ligan CN-, CO, PR3, dan alkena.

5. Efek Sterik

Adanya efek sterik dapat melemahkan ikatan logam dengan ligan karena adanya gaya tolak menolak antar ligan yang terikat.

6. Efek Khelat

Ligan yang merupakan suatu ligan pengkhelat membentuk kompleks yang lebih stabil dibandingkan ligan bukan khelat. Hal ini dikarenakan ligan berikatan dengan logam melalui lebih dari satu atom donor, sehingga otomatis ikatan yang terbentuk akan lebih kuat. Kestabilan ligan pengkhelat sendiri dipengaruhi beberapa faktor sebagai berikut :

- ukuran cincin khelat, umumnya makin besar ukuran cincin khelat, makin stabil kompleks yang terbentuk

- efek resonansi, adanya resonansi akan meningkatkan kestabilan

0 komentar:

Posting Komentar